Salah satu contoh terbesar dalam Kitab Suci tentang ketetapan hati dalam Alkitab adalah kata-kata Rut kepada Naomi: ‘Tetapi kata Rut: “Janganlah desak aku meninggalkanmu dan pulang dengan tidak mengikutimu; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku.’ (Rut 1:16) Mengapa kita takut berpegang teguh pada suatu hubungan?
1) Takut kehilangan kendali: ‘Mengapa saya hidup tanpa kebebasan?’
2) Takut kekurangan: ‘Bagaimana jika dia merusak keuangan saya?’
3) Takut tidak mampu: ‘Bagaimana jika saya tidak dapat memenuhi harapannya?’
4) Takut kesepian: ‘Bagaimana jika dia meninggalkan saya?’
5) Takut akan rasa sakit: ‘Saya pernah disakiti sebelumnya, dan saya tidak ingin disakiti lagi.’
Jadi apa yangAnda lakukan? Hari ini jawabannya telah menjadi ‘hukum pernikahan yang umum’, namun bukanlah cara Tuhan. Hidup bersama tanpa menikah seperti menyewa kamar lawan membeli rumah. Jika perbaikan diperlukan untuk kamar sewaan, penyewa kemungkinan besar akan meninggalkan kamar itu untuk yang lain. Jika perbaikan diperlukan untuk rumah mereka, pemilik (yang seharusnya menaruh banyak pertimbangan dan doa dalam keputusan untuk membeli) berketetapan apa yang diperlukan untuk memelihara investasi mereka. Sebuah penelitian tentang kohabitasi menemukan bahwa hampir 19% pasangan yang tinggal bersama sebelum pertunangan mereka menyarankan perceraian selama pernikahan mereka. Pada pasangan yang tidak tinggal bersama terlebih dahulu, angkanya lebih dari 10%.
Berlawanan dengan apa yang mungkin Anda pikirkan, mereka yang bermain- main dan berpindah dari satu hubungan ke hubungan lain tidak mengalami kebahagiaan yang langgeng. Sedangkan mereka yang mengabdikan diri kepada Tuhan dan sesama mengalami kebahagiaan sejati dan abadi.
Sumber : Buku Renungan Hari Ini
Edisi : Senin, 05 Agustus 2024